Tepatnya
Di serambi itu
Angin menyapa melati
Hingga sampai semerbaknya
pada kumbang hitam
Tak disangka, benar
adanya.
kumbang hitam datang menghampirinya, tapi melati pun menolak
kumbang hitam datang menghampirinya, tapi melati pun menolak
Banyak sekali
kumbang-kumbang menawarkan diri,
Tapi tetap saja
ditolaknya.
Sekian lama abadnya,
angin menyampaikan
Pada kumbang putih
Benar tersampaikan
padanya
Tapi, kumbang putih diam
tak berdaya
Katanya “tak mungkin ku
bisa menambatkan diriku padanya
sedang aku seperti ini,
ku akui semerbak wanginya
mengganggu di tidurku,
sampai sampai do’aku lupa
untukku,
tapi biarkan air ini
terus mengalir ke penghujungnya,
biarlah, daku jaga
kesucian rasa ini,
daku tak ingin
menengoknya walau mampu,
biarlah ketawaran air ini
menyatu dengan asinnya lautan,
daripada memaksa dan menyatukan
asinnya air mata miliknya”
angin pun pergi tanpa
salam
kecewa, kecewa, padahal
melati disana mengharap.
Kumbang putih
mendengarnya. Dan memanggil angin
Dengan suara lantang,
kumbang sampaikan perasaannya.
“Angin..... Angiin....
Tak urung aku sampaikan
padamu, karna kejamnya katamu padaku
Jika rasa ini ku
paksakan. Maka tak suci lagi akhirnya.
Jika rasa ini ku
paksakan, maka tak kan kutemui keabadian rasa.
Tuhan mengajariku
bagaimana mencinta, bukan mengajariku untuk memilikinya.
Daku ingin sekali
bersanding dengannya dalam keabadian, wahai angin.
Bukan dalam dunia yang
fana ini.
Mengertilah, mengertilah,
mengertilah, duhai angin.
Jika kau mampu sampaikan
ini padanya.”
26 April 2016
M. Ilham Rahmatullah
Luthfi
Comments
Post a Comment